. . .

Bangsa yang meraih prestasi atas dasar dendam dan amarah

Minggu, 07 Agustus 2011

Bangsa yang meraih prestasi atas dasar
dendam dan amarah

"Mengapa manusia tidak mengambil pelajaran dari nasib buruk yang menimpa orang-orang terdahulu, akibat ulah perbuatan mereka sendiri? Bukankah mereka punya akal, yang dengannya dapat berpikir?" Sudah berkali-kali Allah memberi teguran seperti itu baik dalam Al-Quran maupun kitab-kitab lain, yang pada intinya Ia menganjurkan manusia agar jangan sampai meninggalkan sejarah, karena dengan mempelajari sejarah, hati kita akan terbuka untuk memahami mata-rantai sebab-akibat yang membentuk bangsa kita pada keadaan seperti yang sekarang ini. Dengan sejarah pula, tingkat moralitas manusia dapat terukur dari kadar pemihakannya pada sang tokoh atau idola yang menjadi cermin dan teladan hidupnya. Dan orang yang bermoral baik (dan memahami sejarah) maka akan berpikir seribu kali untuk ikut-ikutan mengenakan kaos bertuliskan: CIA, George W. Bush, Laskar Ken Arok, Ratu Pantai Selatan, Supersemar, Nebuchadnezzar dan lain-lain. Dengan itu maka seriuslah persoalan sejarah ini, karena Allah benar-benar melarang manusia untuk memihak musuh-musuh-Nya, yang sekaligus musuh orang-orang beradab (beriman). Dan sebelum memahami sejarahnya (ilmunya), mungkin saja kita pernah keliru memihak si X atau Z, tetapi setelah kita mempelajarinya, maka pahamlah kita bahwa ternyata ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi kita untuk ikut memihak X atau Z itu, yang merupakan skenario ciptaan manusia demi kepentingan status quo duniawi semata. Dengan demikian, mempelajari sejarah identik dengan mengikuti dan menelusuri arus perubahan yang terjadi, bahwa dalam hidup ini ada hal-hal yang menurut kita kecil dan sepele, namun melalui perjalanan waktu, boleh jadi persoalan itu adalah hal yang serius dan besar. Dan sangat mungkin ada hal-hal yang menurut kita remeh dan ringan saja, padahal menurut Allah, hal itu adalah perkara serius yang harus ditangani sebagai tanggungjawab kita, di mana Allah tidak akan merubah suatu bangsa sebelum ada kemauan keras dari bangsa itu untuk merubah dirinya sendiri. Barangkali itulah yang membuat Bung Karno sering mewanti-wanti dalam pidatonya, dengan mengutip kata-kata Thomas Carlyle: "Pelajari dan pelajari sejarah, agar manusia menjadi bijaksana lebih dahulu!" Dengan itu maka yang terpenting menjadi syarat utama sebagai bekal hidup manusia adalah menjadi bijaksana dulu, menjadi sabar dulu, memakai "baju takwa" dulu, hingga segala prestasi dan kesuksesan akan bermunculan dari potensi dan bakat-bakat besar yang dimiliki bangsa ini; yang membuat kejayaan negeri ini dapat tercapai dari hasil impian dan cita-cita yang bukan didasari kebencian, amarah dan dendam belaka. (gemanusa banten)
/ � - a `� �� ansi-theme-font: major-latin;mso-bidi-font-family:Arial;color:black;background:white'>tindakan Abandonment bagi negara ini, loyalitas kita untuk negara ini telah hilang, kita telah menghakimi negara ini sebagai negara yang tidak mempunyai nilai dan harga, dan tanggapan – tanggapan seperti inilah yang akhirnya menjadikan negara kita tidak dapat dimanfaatkan lagi, karena rasa kepercayaan kita terhadap negara ini telah dimanfaatkan oleh para pemeritah kita. Idiologi Pancasila yang dulunya kita banggakan sekarang hanya menjadi tulisan yang sekedar untuk dihafalkan saja di sekolah - sekolah, dan kita lupakan begitu saja setelah lulus sekolah. Media massa seperti koran sangat penting sekali peranannya, yang dalam hal ini gunanya untuk dapat membuka lebar mata – mata kita yang selama ini telah dibutakan oleh sebagian orang – orang “Berdasi” yang tidak bertanggung jawab. Sudah terlalu banyak orang yang jahat di negara ini, dan ini kesempatan kita untuk melakukan suatu hal yang baik bagi negara ini, sesuatu yang bisa memajukan bangsa ini.
Tidakkah kita menyadari bahwa yang dapat menyelamatkan bangsa kita sekarang ini adalah diri kita sendiri, kita sendiri yang dapat menentukan kemana tujuan bangsa ini berlari dan bukan ditentukan oleh negara lain. Seharusnya rakyat dan pemerintah harus saling koordinasi untuk memajukan bangsa ini, namun dalam kenyataanya di dalam lapangan tidak demikian, yang terjadi malahan sering timbulnya diskriminasi antara SARA, dimana sering kita lihat dan dengar selalu saja terjadi perseteruan antara suku, kaum, umat dan pendapat. Ya memang negara ini adalah negara yang berdiri berdasarkan demokrasi, yang berdiri untuk memperjuangkan Hak Asasi Manusia Indonesia, namun kelihatannya kita seperti memakan demokrasi itu sendiri, menindas dan menipu yang lemah dengan diiming-imingi kemakmuran seperti disurga dan kalau boleh dikatakan secara diam – diam kita telah memperkosa kehormatan negara ini. kemana negara ini akan menuntut? Adakah pengacara untuk negara ini? adakah saksi mata untuk negara ini?, tidakah kita semua memang hanya berpura – pura buta?

0 komentar:

Posting Komentar